PACUAN KUDA PULOMAS, SISA LADANG JUDI JAKARTA

215

Sebagai salah satu persiapan untuk menyambut Asian Games di Jakarta pada 2018 lalu, pacuan kuda di Pulomas, Jakarta Timur mengalami restorasi besar-besaran. Kini setelah melalui renovasi tersebut, Pacuan Kuda Pulomas telah bertransformasi menjadi JIEP (Jakarta International Esquestrian Park).

JIEP sendiri sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern untuk mendukung olahraga berkuda tak hanya di Indonesia, tapI juga Asia Tenggara. Sebelum renovasi besar-besaran, pacuan kuda di Pulomas telah lama jadi tempat bagi para pemilik kuda melatih maupun merawat kuda pacunya.  

Namun tak banyak tahu bahwa tempat tersebut pernah menjadi salah satu lokalisasi perjudian yang diusulkan oleh mantan Gubenur Jakarta, Ali Sadikin atau yang lebih akrab dikenal sebagai Bang Ali. 

Walau praktek judi liar bukanlah hal asing di Pacuan Kuda Pulomas, baik antara para pengurus kuda atau penonton secara individu, pada masa kejayaan Bang Ali, pejudi bisa bertaruh secara resmi di tempat ini. Pacuan Kuda Pulomas dulu dilengkapi berbagai fasilitas yang bisa menandingi arena pacuan kuda di Makao atau Jepang pada zaman itu.

Alasan di balik diperbolehkannya praktek judi di tanah air pada awal tahun 1970-an, dikarenakan kesulitan moneter yang dialami Jakarta pada zaman itu. Setelah Indonesia melalui peralihan pemerintahan setelah insiden G30SPKI pada pertengahan 1960-an, Indonesia dilanda sebuah resesi panjang yang mempengaruhi perkembangan Ibu Kota. 

Salah satu contoh dari efek resesi pada zaman itu adalah harga BBM yang dulu hanya Rp 4/liter melonjak menjadi Rp 250/liter, yang merupakan efek inflasi sebesar 600%. 

Selain kenaikan harga yang mempengaruhi berbagai faktor, kas negara juga sangat minim, sehingga Bang Ali harus berputar otak mencari akal untuk mencari cara membangun Jakarta jadi sebuah Ibu Kota dan pusat Industri, serta mencari sumber dana untuk menyokong rencananya.

Dikarenakan pada zaman itu Indonesia masih meminjam beberapa hukum peninggalan para penjajah, ditemukan sebuah loop hole berupa Stasblad Tahun 1912 no. 230 dan Statsblad Tahun 1935 No. 526 yang menyatakan bahwa kepala daerah dapat memungut pajak perjudian. 

BACA JUGA

PANDUAN MENANG DALAM TARUHAN PACUAN KUDA BAGI PEMULA

MEMAHAMI ISTILAH ODDS DALAM JUDI TARUHAN PACUAN KUDA

Dengan memanfaatkan peraturan peninggalan Belanda tersebut, Bang Ali putuskan untuk melegalkan judi di Ibu Kota dan dikhususkan untuk kalangan elit. Beberapa destinasi judi yang didirikan oleh Bang Ali pada zaman itu antara lain:

  • Arena Pacuan Kuda Pulomas
  • Pacuan Kuda di Senayan
  • Kasino Hailai di Ancol, dan
  • Kehadiran Lotere Lokal

Luas dari arena Pacuan Kuda Pulomas sekitar 80 Ha dan menghabiskan biaya sebesar Rp2,5 miliar yang saat itu dapat diselesaikan dalam tempo waktu satu tahun. Dalam hal menghadirkan pacuan kuda yang berkelas internasional di Jakarta, Bang Ali mendirikan Jakarta Racing Authority (JRA) untuk mengurusi segala kegatan yang bersangkutan dengan pacuan kuda, termasuk usaha peternakan kuda, serta peralatan totalizator untuk penentuan judi pacuan kuda serta pengelolaannya. 

Sementara itu, untuk mengelola penyelenggaraan lomba pacuan kuda sendiri diserahkan kepada Jakarta Racing Management (JRM) yang diawasi serta dikendalikan langsung oleh JRA. 

Karena target dari pacuan kuda adalah kalangan elit, Bang Ali tak hanya membuat peraturan mengenai pengadaan perlombaan yang berkelas, tapi juga mengatur penampilan para penonton yang akan pasang taruhan atau menonton pertandingan. 

Mereka yang ingin menyaksikan pertandingan dari area tribun diwajibkan untuk berpakaian setelan jas lengkap dan dasi, serta memakai sepatu. Alasan di balik hal ini kata Bang Ali adalah untuk menjaga prestis dari arena tersebut, dan arena bertaraf internasional kualitas penonton juga harus dijaga agar bisa bersaing dengan tempat serupa di Jepang maupun Makao.

Beberapa tahun setelah berdiri, Arena Pacuan Kuda Pulomas menjadi pusat bagi mereka yang ingin rasakan serunya pasang taruhan pacuan kuda. Arena Pacuan Kuda Pulomas bahkan menjadi pelopor didirikan beberapa pacuan kuda lain di seantero Indonesia, seperti Bandung, Padang dan Medan. 

Meskipun populer, tempat-tempat tersebut tetap kalah ramai dengan apa yang bisa ditemui di Jakarta. Dengan pemasukan pajak dari industri judi yang telah diatur oleh bang Ali, Jakarta mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menjadi ibu kota yang kita kenal sekarang. Sehingga bisa dibilang program dari Bang Ali berhasil.

Meskipun Jakarta berhasil berkembang karena Arena Pacuan Kuda Pulomas, sayangnya hal sama tidak bisa dikatakan untuknya. Setelah masa jabatan bang Ali berakhir, masa kejayaan Pacuan Kuda Pulomas bisa dibilang menghilang. 

Bersamaan dengan berbagai kebijakan atas sikap pemerintah terhadap judi di Tanah Air, judi resmi tak lagi diizinkan di Arena Pacuan Kuda Pulomas. Walau pacuan kudanya serta kandang kudanya dipertahankan sekian tahun setelah masa kejayaannya. Dan seperti yang telah dijelaskan diatas, jenis taruhan yang bisa dipasang pada saat itu bersifat judi liar dan tak lagi di bawah pengawasan JRA.