ADU MUNCANG, PERMAINAN JUDI ASLI INDONESIA

405

Adu muncang, apa itu? Apa juga itu muncang? Kami yakin itu adalah pertanyaan yang langsung terbersit di pikiran banyak dari Anda. Hal itu bisa dimaklumi karena ini adalah salah satu jenis permainan rakyat Nusantara yang mungkin jarang bisa kita temukan di kota selain daerah Sumedang, Garut, Tasikmalaya dan sekitarnya.

Ya, adu muncang adalah permainan tradisional yang biasa dilakukan oleh masyarakat Sunda dan sekitarnya. Muncang sendiri berarti kemiri dalam bahasa Sunda. Adu kemiri bisa dibilang sudah sangat mendarah daging di lingkungan masyarakat daerah tersebut. 

BACA JUGA

Konon adu kemiri ini bahkan sudah dianggap sebagai salah satu bentuk seni budaya tradisional di masyarakat Sumedang. Hal ini dibuktikan dengan adanya kemiri adu yang dipajang di Museum Sumedang.

Dalam beberapa prasati sejarah, keterlibatan adu muncang dengan masyarakat Sumedang ternyata cukup dalam. Dalam salah satu kisah sejarahnya, adu muncang yang saat itu menjadi ajang unjuk kekuatan dan kesaktian, Sumedang berhasil mengalahkan Mataram berkat permainan ini. 

Lalu sebagai hadiah kemenangannya, Mataram menghadiahi Sumedang seperangkat gamelan, yang diberi nama Gamelan Sari Oneng Mataram. Alat seni khas Jawa ini sampai sekarang masih lestari di museum dan tercatat sebagai salah satu perangkat gamelan tertua di Indonesia.

Kembali ke adu muncang, dalam praktiknya dulu adu muncang dilakukan dengan menumpuk secara vertikal dua kemiri milik pemain yang bertanding di antara bilah bambu yang telah dipotong mendatar. Setelah kedua muncang terjepit dengan baik di posisinya dan takkan bergeser, maka seorang wasit akan melakukan 3 hitungan. Pada hitungan ke-3, si wasit akan memukul tumpukan kemiri itu dengan kayu sekuat tenaga. Pemain yang muncangnya pecah adalah yang kalah.

Seiring waktu, peralatan mengadu muncang mengalami perkembangan. Kini mereka tak perlu lagi mencari dua bilah bambu dan ada orang yang memegang kedua sisinya saat muncang dijepit. Dalam perkembangannya mereka telah menciptakan sebuah alat permanen untuk adu muncang, jadi yang diperlukan hanyalah seseorang yang akan memukul keras-keras kedua kemiri itu.

Menariknya, dalam adu muncang para pemain juga memiliki ‘ritual’ tersendiri. Salah satu yang paling umum adalah biasanya sebelum bertanding, pemiliknya akan merendam kemiri yang akan diadu ke dalam rendaman air cuka selama beberapa jam atau bahkan seharian. 

Ini dipercaya dapat memperkuat kulit luar dari muncang aduan. Beberapa pemain bahkan berbuat ekstra dengan membersihkan dan menggosok permukaan kulit muncang dengan minyak hanya untuk mempercantik tampilannya. 

Meski kerap dijadikan ajang perjudian, adu muncang sebenarnya adalah permainan tradisional untuk anak-anak yang penuh makna dan budaya. Permainan adu muncang pada awalnya dimaksudkan untuk mengajarkan anak untuk bersosialisasi, bekerja keras, dan bekerja sama.

Ya, itu karena dulu untuk memperoleh muncang aduan sendiri, para anak-anak akan bersama-sama berburu mencari kemiri. Lalu mereka masing-masing akan dengan telaten merawat muncangnya sebelum diadu. Kemudian kembali berkumpul untuk adu muncang bersama.

Sayangnya, meski permainan tradisional ini masih lestari, nilai kebersamaan dan kerja keras itu tampaknya semakin terkikis bersama waktu. Itu karena kini mereka tak perlu lagi bersusah payah mencari dan merawat muncang aduannya. 

Kini banyak sekali penjaja muncang aduan yang bermunculan saat musimnya. Biasanya muncang siap adu pun dijual dengan sangat murah oleh para pedagang ini, sekitar 5-10 ribu per buah.

Terlepas dari itu, satu fakta menakjubkan adalah bagaimana permainan tradisional ini masih lestari di wilayah Sunda hingga sekarang di tengah gempuran modernisasi dan budaya asing. Yang jelas, adu muncang, merupakan sebuah bentuk warisan budaya permainan tradisonal Nusantara yang perlu dijaga dan dilestarikan.